Minggu, 16 Oktober 2011

Reformasi : Dirjen pajak dan bea cukai sebagasia penunjang pendapatan negara

Intermezo, Obrolan Ngalor-Ngidul Soal Mengatur Pendapatan Negara.

Bicara soal pendapatan negara otomatis tidak lain dan tidak bukan adalah " soal uang ". bicara soal uang, pasti semua akan segera membuka mata dan telinganya, he he he, maksudnya sudahlah pasti semuanya suka...

E e e kok malah cuman membahas uang, tapi memang itu ding yang mau kita obrolin, siapa sich yang gak butuh uang, dari perorangan, organisasi bahkan sebuah negara pastinya membutuhkan uang, karena uang adalah roda penggerak perekonimian.

Sebuah negara membutuhkan begitu banyak uang untuk menggerakkan mesinnya, dari gaji pegawai, belanja alat, dan lain-lain.

Terus dari mana sich sebenarnya asal uang suatu negara tersebut? Nah salah satu dan seharusnya bisa menjadi motor utama untuk meningkatkan pendapatan negara adalah pajak dan bea cukai.

Sudah seharusnya sebuah negara yang bijak akan memikirkan hal yang seperti ini, jadi sektor pajak sudah seharusnya diurus dengan cermat.

Kita ambil contoh indonesia dengan jumlah penduduk hampir 300 juta, dengan berjuta-juta hectar tanah yang dimiliki oleh perorangan dan kelompok, sudah pastilah menyimpan potensi pendapatan hingga ribuan trilyun jika di garap dengan benar.

Berikut sedikit gambaran dan cara pengelolaan sederhana namun sepertinya patut untuk diperhitungkan:

1. Pajak kendaraan bermotor:
Dengan jumlah penduduk yang hampir 300 juta dan melihat perkembangan income perkapita yang terus meningkat, maka lahan ini menjadi sangat menggiyurkan, berikut sedikit simulasi :

contoh simulasi jambi:
a. MOBIL :
saat ini jumlah pemilik kendaraan roda empat keatas adalah 1 : 40 misal jumlah penduduk 3 juta maka akan didapat perhitungan:
3000000/40=75000 kendaraan roda empat keatas, sekarang kita simulasikan potensi pendapatan yang bisa diperoleh dengan hitungan perataan :
misal kan saja nilai pajak kendaraan roda empat keatas adalah Rp. 700.000/perkendaraan/pertahun, dan jumlah kendaraannya 75000 unit
maka asumsinya:
700000x75000= Rp. 52.500.000.000,- wah wah mantapkan kalkulator hp aja udah gak misa ngitungloh, 52.5 miliar pertahun bos.

2. Kendaraan roda dua atau motor, dijambi angka kepemilikan roda dua hampir mencapai 70% persen jumlah penduduk, karena satu orang ada yang punya dua hingga tiga buah motor, sekarang mari kita asumsikan potensi pendapatan pajak kendaraan beroda dua:
jumlah penduduk 3000000
jumlah kendaraan bermotor 70% maka di dapat 2100000 unit motor,
jika rataan nilai pajak Rp. 140.000
maka asumsi potensi pendapatan negara sebesar:
2100000x140000= Rp. 294.000.000.000,- wow mantap bro 294 miliar rupiah pertahun nya.

Nah untuk mendapatkan nilai tersebut gimana caranya?
- Kepolisian harus menindak tegas tiap kendaraan yang mati pajak
- Dinas perhubungan harus persuasif
- Program Pemutihan yang diadakan berkala dan kontinyu pada tiap tahunnya
- Pemberdayaan aparatur, pegawai pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat wajib pajak.

Nah apakah kontribusi kendaraan roda dua dan empat hanya akan berhenti sampai segitu ajah, tentu tidak kan,

lihat skema nya.
- kendaraan roda empat / mobil:
biaya tambahan :
KIR DLLAJR, TRAYEK ( Untuk mobil pick up dan Truck, minibus dan bus )
perkiraan 30% dari 75.000 unit mobil = 22500 unit mobil
asumsi biaya kir, trayek adalah Rp.100.000
maka akan didapat penambahan:
22500x100000=Rp.2.250.000.000,- mayankan 2.25 miliar rupiah mas bro.
- nah yang ter akhir adalah pendapatan yang didapatkan dari pembayaran denda atas pelanggaran pengguna kendaraan bermotor. Saya tetap yakin walaupun semua orang sudah melengkapi dan memenuhi prasyarat berkendara, masih juga akan ada pelanggaran, baik lalu lintas dan marka jalan, maupun kelengkapan surat menyurat.
Kita asumsikan sejumlah 2% dari 21750000 unit kendaraan pengguna perhari melakukan pelanggaran yang berimbas surat tilang, kepolisian dan DLLAJR dengan nilai rata-rata nilai dendanya Rp. 20.000,- maka di dapat: 435000x20000= Rp. 8.700.000.000 perhari tapi jika semuanya tinggal diperkotaan, kita ambil saja 25% pengguna yang berpeluang terkena tilang, maka jumlahnya adalah
Perharinya = Rp. 2.175.000.000,- wow 2.175 miliar rupiah perhari
Perbulannya = Rp. 2.175.000.000,- x 30 hari = Rp. 65.250.000.000,-
Pertahunnya = Rp. 65.250.000.000,- x 12 bulan = Rp. 783.000.000.000,-
wow fantastis mbak bro.
Terus SIM:
kita asumsikan 30% dari jumlah penduduk yang 3000000 seharusnya mempunyai sim = 900000 jiwa,
dengan asumsi biaya pembuatan sim A/B1/B2/C yang masuk kenegara sejumlah: Rp. 100.000,- perlima tahun maka akan diperoleh pendapatan:
900000 x Rp. 100.000,- = Rp. 90.000.000.000,- per lima tahun atau
90.000.000.000,- / 5 = Rp. 18.000.000.000,- pertahun

sekarang coba kita total asumsi potensi pendapatan negara dari pajak kendaraan bermotor di jambi dalam satu tahun:
Mobil ( PKB ) total 75.000 unit mobil = Rp. 52.500.000.000,-
Motor ( PKB ) total 2.100.000 unit motor = Rp. 294.000.000.000,-
Biaya KIR, TRayek 22500 unit mobil = Rp. 2.250.000.000,-
Surat Tilang = Rp. 783.000.000.000,-
Biaya SIM A/B1/B2/C pertahun = Rp. 18.000.000.000,-
---------------------------------------------------------------- total pendapatan:
= Rp.1.149.750.000.000,-

wow mantap kan potensi yang masih sangat layak untuk diperjuangkan kan, nah sekarang gimana potensi itu supaya jalan:
1. OKNUM POLISI DILARANG MINTA UANG DAMAI sebagai pengganti SURAT TILANG kepada pelanggar rambu dan marka jalan, maupun kelengkapan surat, kalo gak sanggup gak korupsi ganti saja, di indonesia masih ratusan ribu SARJANA yang nganggur, dan aku yakin 100% banyak yang mau Kalau hanya disuruh jangan korupsi saja, asal dapat gaji dan jaminan masa depan, gaji 3 juta lebih loh bahkan rencana mau naik jadi 5.000.000,-, lihat karyawan pabrik gaji 800ribu kerja full dari pagi ampek sore kadang malam juga jujur, apa lagi gaji 3 jutaan pasti banyak yang berani nerima sumpah tidak akan korupsi selamanya.
2. Sistem pembayaran Haruslah langsung ke rekening Direktorat Pajak atau masuk ke DEPARTEMEN KEUANGAN langsung baik untuk PAJAK PKB, SIM, dan SURAT TILANG, jadi kantor terkait hanya melakukan pengisian data sedangkan uang langsung ditransfer ke rekening DEP KEU, hehehehe masak kalah ama anak sekolah, bayar SPP aja langsung ke bank gak bayar di kantor administrasi kok, padahal itu duit receh... hehehe apalagi duit trilyunan masak amsih tangan ketangan, apa gak takut kalo uangnya ada yang lengket ditangan tangan tersebut, gak lucu to... wekekekekekekekekee

Untuk Potensi Pajak yang lain bersambung yah.... kapan kapan kami sambung ke Badan Pertanahan Nasional.
caiyooooooooooo

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar Anda Disini